Model Pembelajaran Konseptual Dan Model Pembelajaran Kolaboratif

Model Pembelajaran Konseptual Dan Model Pembelajaran Kolaboratif

Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa diantaranya adalah model pembelajaran konseptual dan model pembelajaran kolaboratif

Model Pembelajaran Konseptual

Sejauh ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai suatu fakta untuk dihapal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalah-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. (Rusman:2010)
Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/CTL). Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu  guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru sehingga kemampuan siswa memecahkan masalah tidak hanya sebatas pada saat proses pembelajaran berlansung saja tapi mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dalam jangka panjang. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
          Dengan ciri-ciri diatas maka dapat penulis simpulkan pada model pembelaran yang dipakai oleh guru pada saat ini maka model kolaboratif sama dengan model Pembelajaran Berbasis masalah (Problemt Based Learning=PBL). Yang mana dalam modul model-model pembelajaran yang dikeluarkan oleh KEMENDIKBUD mendefinisikan  bahwa Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).

Keuntungan Model Pembelajaran Berbasis masalah
1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran  bermakna. Peserta didik didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
2) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
3) Dalam situasi PBL, peserta     didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

Contoh Pembelajaran Berbasis Masalah
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
       Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Jadi pada model pembelajaran ini diharapkan output yang didapatkan oleh siswa adalah kemampuan siswa memecahkan masalah tidak hanya sebatas pada saat proses pembelajaran berlansung saja tapi mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dalam jangka panjang dengan membangun sendiri pengetahuannya dan  membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.



Pembelajaran Kolaboratif atau Collaborative Learning

          Pembelajaran Kolaboratif atau Collaborative Learning adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama. Tidak seperti belajar sendirian, orang yang terlibat dalam collaborative learning memanfaatkan sumber daya dan keterampilan satu sama lain (meminta informasi satu sama lain, mengevaluasi ide-ide satu sama lain, memantau pekerjaan satu sama lain, dll). Lebih khusus, collaborative learning didasarkan pada model di mana pengetahuan dapat dibuat dalam suatu populasi di mana anggotanya secara aktif berinteraksi dengan berbagi pengalaman dan mengambil peran asimetri (berbeda).
Pembelajaran kolaboratif (Colaborative Learning) merupakan model pembelajaran yang menerapkan paradigma baru dalam teori-teori belajar (Yufiarti:2003) (dalam Sulhan, 2006:69). Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai suatu model pembelajaran dengan menumbuhkan para siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama. Pendekatan kolaboratif bertujuan agar siswa dapat membangun pengetahuannya melalui dialog, saling membagi informasi sesama siswa dan guru sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan mental pada tingkat tinggi.
 Model ini digunakan pada setiap mata pelajaran terutama yang mungkin berkembangkan sharing of information di antara siswa. Belajar kolaboratif digambarkan sebagai suatu model Pembelajaran yang mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama. Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar kolaboratif, para siswa bekerja sama menyelesaikan masalah yang sama, dan bukan secara individual menyelesaikan bagian-bagian yang terpisah dari masalah tersebut. Dengan demikian, selama berkolaborasi para siswa bekerja sama membangun pemahaman dan konsep yang sama menyelesaikan setiap bagian dari masalah atau tugas tersebut.

          Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.

1.   Guru dan peserta didik saling berbagi informasi,
2.   Berbagi tugas dan kewenangan,
3.   Guru sebagai mediator,
4.   Kelompok peserta didik yang heterogen.

          Dengan ciri-ciri diatas maka pada model pembelaran yang dipakai oleh guru pada saat ini maka model kolaboratif sama dengan model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL). Yang mana dalam modul model-model pembelajaran yang dikeluarkan oleh KEMENDIKBUD mendefinisikan bahwa PjBL adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
          Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Jadi pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.


Keuntungan-Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
1.      Meningkatkan kolaborasi.
2. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
3.    Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
4. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
5.   Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Proyek
1)      Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
2)      Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
3)      Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan

Dari uraian diatas penulis ingin mengajukan pertanyaan yakni
·  Bagaimana kiat kita sebagai guru membimbing siswa yang kurang aktif atau tidak mau mengemukakan pendapat pada saat proses pembelajaran?
·      Pada pembelajaran kontekstual siswa diharapkan menemukan sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Lalu bagaimana dengan kesimpulan yang ditarik oleh siswa tentu berbeda-beda tergantung pada pengalamannya masing-masing, sedang kan pengetahuan yang harus didapat siswa adalah tentang satu konsep yang sama?
·     Dari kedua model tersebut, model apa yang sebaiknya diterapkan pada pembelajaran Biologi yang materinya lebih banyak pada penguasan konsep-konsep?





Komentar

  1. Menurut pendapat saya jika dalam proses pembelajaran terdapat siswa yang tidak aktif (pasif) dan tidak mau menyampaikan pendapatnya, Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh guru yaitu memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan rasa percaya diri dan berani dalam mengemukakan pendapat. misalnya dengan cara memberikan pertanyaan kepada siswa dimulai dengan memberikan pertanyaan yang paling sederhana yang sekiranya mampu untuk dijawab oleh siswa tersebut, membimbing siswa dalam dalam mengemukakan suatu pendapat, memberikan apresiasi kepada setiap siswa, menanamkan kepada diri siswa untuk tidak takut salah, guru dapat meningkatkan rasa antusias ketika mengajar dan menciptakan suasana belajar yang nyaman.

    BalasHapus
  2. menurut pandangan saya pada pertanyaan no 2
    penjelasan dari model pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. jadi walaupun kesimpulannya berbeda beda namun masih dalam konteks materi yang telah diarahkan oleh gurunya karena disini guru membantu siswa untuk mengaitkan materi dengan situasi nyata siswa, selagi ada peran guru di dalamnya materinya tidak akan menyimpang walaupun kesimpulan dari siswa berbeda beda.

    BalasHapus
  3. Setiap Model Pembelajaran memiliki tahap-tahapnya. Pada tahap awal biasanya guru mengarahkan siswa, tentu dengan mempertimbangkan kemampuan masing-masing siswa yg sebelumnya sudah diketahui oleh guru. Pada tahap awal inilah guru boleh menentukan kelompok, bahkan strategi dan teknik pembelajaran yang tepat,.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pak dani atas jawabannya, sangat membantu sekali

      Hapus
  4. Menurut pendapat saya dalam proses pembelajaran siswa yang tidak aktif dapat diberi motivasi agar mengikuti pembelajaran dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran

    BalasHapus
  5. Bagaimana kiat kita sebagai guru membimbing siswa yang kurang aktif atau tidak mau mengemukakan pendapat pada saat proses pembelajaran? Menurut saya yang bagus digunakan adalah model pembelajaran kolaboratif sehingga dia bisa bertukar pikiran dengan kawan nya sebaya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KHAS SAINS

Efektivitas Model Pembelajaran Quantum dalam Pembelajaran Sains